Gigi berlubang telah mulai ada sejak zaman prasejarah, namun diduga berubahnya pola makan manusia dari berburu dan mengumpulkan menjadi bertani telah meningkatkan kasus lubang gigi atau karies. Bagaimana bisa?
Menurut Wikipedia, adanya peningkatan prevalensi karies sejak masa neolitikum mungkin disebabkan banyaknya konsumsi makanan dari tumbuhan yang banyak mengandung karbohidrat. Suku Indian di Amerika Utara tercatat mulai mengalami peningkatan kasus gigi berlubang sejak dimulainya kontak dengan Bangsa Eropa yang memperkenalkan produk pertanian secara intensif. Akibatnya sumber makanan karbohidrat jadi lebih mudah didapat.
Penemuan pertanian di Asia Selatan, Mesir, juga meningkatkan kejadian karies. Hal serupa juga ditemukan di Eropa, pada saat manusia Eropa mulai mengenal produk pertanian pada Abad Pertengahan. Secara khusus, Umat Katolik menyampaikan doa dengan penyertaan Santo Appolonia, santo pelindung untuk dokter gigi. Sayangnya pengobatannya lebih difokuskan kepada penanganan “cacing gigi” yang dicoba diobati dengan tanaman herbal dan jampi-jampi, yang jelas tidak menyelesaikan masalah.
Barulah pada masa pencerahan, dimulai perawatan gigi berlubang secara lebih logis. Konsumsi gula yang meningkat mulai disadari sebagai penyebab utama gigi berlubang. Pada 1890-an, WD Miller memulai rangkaian penelitian untuk menyelidiki perihal penyakit karies gigi. Ia menemukan bahwa ada bakteri yang hidup di rongga mulut dan menyebabkan kondisi asam, sehingga melarutkan struktur gigi ketika terdapat sisi karbohidrat. Terkikis dan rapuhnya gigi inilah yang kemudian disadari menjadi pemicu gigi berlubang.
Untuk perawatan dan pemeriksaan gigi oleh tenaga profesional dan terbaik di bidangnya, silakan kunjungi Pondok Gigi yang beralamat di Jalan Antasari 20 b, Cipete, Jakarta Selatan.